SIASAT RADEN WIJAYA DALAM MENUMBANGKAN LAWAN

SIASAT RADEN WIJAYA DALAM MENUMBANGKAN LAWAN


Raden Wijaya adalah Raja Majapahit pertama yang pandai bersiasat, kepiawaiannya dalam bersiasat memakan banyak korban, beberapa Jendral perang Mongol, Jaya Katwang dan Arya Wiraraja adalah diantara dari beberapa orang yang menjadi korban siasatnya. 


Siasat gemilang yang dijalankan Raden Wijaya pada akhirnya mengantarkannya menjadi pendiri sekaligus Raja Majapahit yang pertama.


Selepas runtuhnya Singasari pada 1292 akibat serangan Adipati Gelang Gelang (Madiun), Raden Wijaya sebetulnya hanya seorang pelarian, tidak lebih sebagai mantan petinggi Singasari yang sewaktu-waktu bisa dipancung apabila tertangkap. Namun, bukan Wijaya namanya jika ia tidak pandai berkelit dari bahaya.


Raden Wijaya yang sebetulnya sudah tahu bahwa pemberontakan Jaya Katwang (Adipati Gelang-Gelang) timbul karena hasutan Arya Wiraraja justru melarikan diri ke Sumenep untuk meminta perlindungan Arya Wiraraja.


Arya Wiraraja dizaman Singasari masih berdiri adalah seorang yang menduduki jabatan mentereng, ia didaulat sebagai tim senior Penasehat Raja (Demung), akan tetapi karena selalu berselisih dengan Raja dan juga terlalu banyak omong, ia dipecat.


Meskipun dipecat, Kertanegara menghiburnya dengan menjadikannya sebagai Adipati Sumenep (Madura). Hal itu tentu hanya sebagai basa-basi,  Kertanegara melakukannya agar Arya Wiraraja yang menurutnya kolot dan banyak omong menjauh dari ibu kota kerajaan.


Pembuangan Arya Wiraraja ke daerah terpencil di timur pulau Madura nyatanya membuat geram Arya Wiraja, ia merasa jasa-jasanya pada kemajuan Singasari tidak dihargai sama sekali.


Diidorong rasa sakit hati yang mendalam, Arya Wiraraja membocorkan kelemahan Singasari pada Jaya Katwang, harapannya Jaya Katwang berontak dan meruntuhkan Singasari, sebab ia tahu bahwa Jaya Katwang memiliki darah Raja Kediri terakhir (Prabu Kertajaya) yang masih punya dendam pada Singasari.


Siasat Arya Wiraraja dalam membalas dendam memang terbilang baik, namun tidak lebih hebat dari siasat yang dimainkan Raden Wijaya untuk melakukan serangan balasan pada pihak-pihak yang meruntuhkan kerajaan mertuanya.


Sesampainya di Madura, Raden Wijaya yang sudah paham betul jika Arya Wiraraja tidak mendapatkan balasan yang setimpal dari Jaya Katwang atas jasanya membocorkan kelemahan Singasari, mencoba merayunya.


Raden Wijaya mengimingi-imingi Arya Wiraraja dengan kekuasaan, ia dijanjikan mendapatkan separuh wilayah kekuasaan (Menjadi Raja) apabila dirinya membantunya untuk melakukan pemberontakan pada Jaya Katwang dan mendirikan kerajaan baru.


Gayung rupanya bersambut, Arya Wiraraja yang sebetulnya kangen dengan kehidupan masa lalunya yang serba glamor bersedia menunaikan cita-cita Wijaya. Iapun bergegas menyiapkan segala sesuatunya untuk menjalankan aksinya.


Mula-mula, Arya Wiraraja memohon pengampunan untuk Wijaya dari segala tuntutan hukuman kepada Jaya Katwang, tentu saja permohonan tersebut dikabulkan, karena Jaya Katwang sebetulnya merasa bahwa Arya Wiraraja sangat berjasa dalam tegaknya Kediri. Meskipun disisi lain, Jaya Katwang juga nyatanya sangat pelit, terbukti dengan tidak menjadikan Arya Wiraraja sebagai pejabat berpengaruh di Kediri selepas runtuhnya Singasari.


Siasat Raden Wijaya dalam mempengaruhi  Jaya Katwang melalui mulut Arya Wiraraja rupanya berhasil, iapun diberi pengampunan bahkan diberikan wilayah khusus untuk membangun penghidupan bersama keluarga dan anak keturunanya. Wilayah yang dipilih Wijaya adalah Tarik, kala itu masih berbentuk hutan.


Raden Wijaya sengaja memilih hutan untuk tempat penghidupan anak keturunannya karena ia punya tujuan lain, rencananya hutan yang masih perawan tersebut akan dijadikan markas untuk memupuk kekuatan guna melakukan pemberontakan, disana ia mengumpulkan kembali mantan tentara Singasari yang tersebar dibayak pulau untuk pulang ke Tarik, tujuannya cuma satu, yaitu untuk menumbangkan Jaya Katwang.


Dilain pihak, Jawa kedatangan puluhan ribu pasukan Mongol yang hendak menghukum Raja Kertanegara yang dahulu pernah sombong menantang Mongol dengan menggores muka dan memotong telinga utusan Khubilai Khan.


Wijaya beruntung sebab dengan kedatangan tentara Mongol, cita-citanya untuk merebut kekuasaan dari Jaya Katwang kian dekat.


Wijaya kemudian mengatur siasat lanjutan, ia bekerja sama dengan Mongol. Beberapa Jendral Mongol yang menjadi pucuk pimpinan bersenjata diiming-imingi akan menerima tanda takluk darinya selaku pewaris Singasari apabila bersedia bekerja sama untuk menaklukan Kediri.


Beberapa Jendral Mongol yang sebetulnya tidak paham dengan kondisi dan peta kekuatan Kediri akhirnya menurut, mereka masuk dalam perangkap yang dimainkan Wijaya. Di akhir cerita gabungan tentara Mongol dan Raden Wijaya mampu mengalahkan Jaya Katwang, Kediri runtuh.


Namun, ketika para Jendral Mongol menagih janji, Raden Wijaya ingkar, ia justru membokong tentara Mongol, sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi Mongol, tidak mau kalah lebih dalam tentara Mongol menyingkir dari Jawa kembali ke negerinya tanpa mendapatkan cap tanda takluk dari Wiajaya.


Pada tahun 1293, Majapahit diproklamirkan berdiri, Raden Wijaya ditabalkan menjadi Raja pertama dengan gelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana Nararaya Sang Gramawijaya atau Sri Maharaja Kertarajasa Jayawhardana.


Sementara itu, dalam kaitannya dengan janjinya untuk memberikan separuh kerajaan kepada Arya Wiraraja ia rupanya mengulur-ulurnya, bahkan anak Arya Wiraraja (Ranggalawe) yang sedianya pantas dijadikan Mahapatih hanya diberikan kedudukan sebagai Adipati Tuban.


Siasat Raden Wijaya menjauhkan Arya Wiraraja dan keluarganya dari puncak kuasa dikemudian hari menimbulkan huru-hara. Sebab Ranggalawe yang didukung secara sembunyi-sembunyi oleh ayahnya berontak. Meskipun begitu, sebagai ahli siasat mudah saja bagi Wijaya untuk menumpasnya.