KESULTANAN KUTAI KERTANEGARA
KESULTANAN KUTAI KERTANEGARA
Kerajaan Kutai Kertanegara berdiri pada awal abad ke-13 di daerah yang bernama Jaitan Layar atau Kutai Lama (kini menjadi sebuah desa di wilayah Kecamatan Anggana) dengan rajanya yang pertama yakni Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Kerajaan ini disebut dengan nama Kute dalam Kakawin Nagarakretagama (1365), yaitu salah satu daerah taklukan di negara bagian Pulau Tanjungnagara oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit.
Pada abad ke-16, Kerajaan Kutai Kertanegara di bawah pimpinan raja Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai Kuno (atau disebut pula Kerajaan Kutai Martapura keturunan dari Raja Mulawarman Kerajaan Kutai Hindu) yang terletak di Muara Kaman. Raja Kutai Kertanegara pun kemudian menamakan kerajaannya menjadi Kerajaan Kutai Kertanegara ing Martapura sebagai peleburan antara dua kerajaan tersebut.
Pada abad ke-17, agama Islam yang disebarkan Tuan Tunggang Parangan diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kertanegara yang saat itu dipimpin Raja Makota. Lebih seabad kemudian, sebutan Raja diganti dengan sebutan Sultan. Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778) merupakan raja Kutai Kertanegara pertama yang menggunakan gelar Sultan. Dan kemudian sebutan kerajaan pun berganti menjadi Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura.[4]
KESULTANAN KUTAI KARTANEGARA DI ERA MODERN
Pada tahun 1999, Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Hasan Rais berkeinginan untuk menghidupkan kembali Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura. Tujuan dikembalikannya Kesultanan Kutai ini bukan dengan maksud untuk menghidupkan feodalisme di daerah, namun sebagai upaya pelestarian warisan sejarah dan budaya Kerajaan Kutai sebagai kerajaan tertua di Indonesia. Selain itu, dihidupkannya tradisi Kesultanan Kutai Kertanegara adalah untuk mendukung sektor pariwisata Kalimantan Timur dalam upaya menarik minat wisatawan Nusantara maupun mancanegara.
Pada tanggal 7 November 2000, Bupati Kutai Kartanegara bersama Putra Mahkota Kutai H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerja Adiningrat menghadap Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Bina Graha Jakarta untuk menyampaikan maksud tersebut. Gus Dur menyetujui dan merestui dikembalikannya Kesultanan Kutai Kertanegara kepada keturunan Sultan Kutai yakni putra mahkota H. Aji Pangeran Praboe.
Setahun kemudian, Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kertanegara yaitu H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerya Adiningrat dinobatkan menjadi Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan H. Aji Muhammad Salehuddin II. Penobatan Aji Pangeran Praboe sebagai Sultan Kutai Kartanegara baru dilaksanakan pada tanggal 22 September 2001.