Kerajaan Bone
Kerajaan Bone adalah kesultanan Islam yang terletak di Sulawesi Selatan. Sejarah mencatat bahwa kerajaan ini didirikan oleh Manurunge ri Matajang pada 1330 masehi.
Kesultanan Bone berhasil mencapai puncak kejayaannya ketika masa pemerintahan Arung Palakka pada pertengahan abad ke-17. Dengan potensi yang beragam seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, dan kelautan, Arung Palakka berhasil memakmurkan rakyatnya.
Meski sempat menjadi penguasa utama di Sulawesi Selatan, Bone akhirnya berada di bawah kendali Belanda pada 1905.
Sejarah Kesultanan Bone Bukti
sejarah berdirinya Kerajaan Bone sangat sedikit, hanya mengandalkan dari tulisan-tulisan kuno yang terdapat dalam lontara. Kerajaan Bone didirikan oleh Manurunge ri Matajang pada 1330 masehi.
Sejarah masuknya Islam ke Kerajaan Bone berawal ketika kerajaan ini tidak dianggap sederajat oleh Kesultanan Gowa. Kerajaan Bone baru akan dianggap setara apabila mau mengikuti Kesultanan Gowa memeluk agama Islam.
Raja Bone menolak persyaratan tersebut sehingga timbul peperangan di antara dua kerajaan ini. Dalam peperangan, Kerajaan Bone menyerah kalah dan akhirnya mau memeluk Islam yang kemudian diikuti oleh rakyatnya.
Raja Bone pertama yang masuk Islam adalah La Tenriruwa, yang bergelar Sultan Adam (1611-1616 M). Sejak saat itu, Raja Bone dikenal giat mengajak rakyatnya untuk memeluk Islam.
Kehidupan pemerintahan Dalam bidang politik dan pemerintahan, Kerajaan Bone sangat menjunjung tinggi nilai demokrasi atau kedaulatan rakyat.
Sistem demokrasi ini dibuktikan dengan dibentuknya "Ade Pitue" atau tujuh orang pejabat rakyat yang bertindak sebagai penasehat raja.
Selain itu, dalam penyelenggaraan pemerintahan kerajaan sangat mengedepankan azas kemanusiaan dan musyawarah. Kerajaan Bone juga banyak memetik sari pati ajaran Islam dalam menghadapi kehidupan, perubahan, dan menjawab tantangan pembangunan.
Masa keemasan Kerajaan Bone
Kerajaan Bone mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Arung Palakka, sultan ke-15 yang bertakhta antara 1672-1696 M.
Di bawah kekuasaannya, Kerajaan Bone mampu memakmurkan rakyatnya dengan potensi yang beragam seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, dan kelautan.
Selain itu, kekuatan militernya semakin kuat, setelah belajar dari lemahnya pertahanan mereka saat kalah menghadapi Kerajaan Gowa.
Setelah jatuhnya Kesultanan Gowa, Kerajaan Bone menjadi yang terkuat di seantero Sulawesi. Bahkan sultan yang berkuasa berhasil mengajak Kesultanan Luwu, Soppeng, dan sejumlah negara kecil lainnya untuk bersekutu.
Pergolakan dan runtuhnya Kerajaan Bone
Kesultanan Bone mulai mengalami kemunduran setelah Sultan Ismail Muhtajuddin, raja ke-24 wafat pada 1823 M. Setelah itu, kekuasaan dilanjutkan oleh Arung Datu (1823-1835 M).
Arung Datu berusaha merevisi Perjanjian Bongaya yang disepakati Kerajaan Gowa dan VOC, hingga akhirnya memicu kemarahan Belanda.
Belanda kemudian meluncurkan serangan hingga berhasil menduduki Kerajaan Bone, sementara Arung Datu diasingkan.
Dalam pengasingan, Arung Datu masih berupaya menyerang, tetapi usahanya selalu dapat ditumpaskan pasukan Belanda.
Referensi:
Amarseto, Binuko. (2017). Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Relasi Inti Media.
SUMBER KOMPAS.COM