Muna Tembe Nggoli

Muna Tembe Nggoli dalam Kearifan Lokal Masyarakat Bima


Muna atau tenun merupakan teknik dalam pembuatan kain yang dibuat dengan prinsip yang sederhana, yaitu dengan menggabungkan benang secara memanjang dan melintang. Dengan kata lain bersilangnya antara benang lusi dan pakan secara bergantian. Kain tenun biasanya terbuat dari serat kayu, kapas, sutra, dan lainnya. Salah satu contohnya yaitu sarung yang dipakai oleh masyarakat Mbojo untuk rimpu bagi yang perempuan dan katente tembe bagi yang laki-laki.


Sarung yang dipakai dalam kalangan masyarakat Bima dikenal sebagai Tembe Nggoli (Sarung Songket). Kafa Mpida (Benang Kapas) yang dipintal sendiri melalui tenunan khas Bima yang dikenal dengan Muna. Sementara sarung songket memiliki beberapa motif yang indah. Motif-motif sarung songket tersebut meliputi nggusu waru (bunga bersudut delapan), weri (bersudut empat mirip kue wajik), wunta cengke (bunga cengkeh), kakando (rebung), bunga satako (bunga setangkai), sarung nggoli (yang bahan bakunya memakai benang rayon).  


Sarung yang dihasilkan dari muna itu memilki kualitas yang sangat tinggi dan memilki nilai estetika tersendiri. Bagi masyarakat Bima, khususnya para wanita baik yang masih muda maupun tua muna merupakan salah satu peluang untuk mendapatkan penghasilan. Walaupun Mata pencaharian utamanya masyarakat Bima adalah bertani dan sempat menjadi segitiga emas pertanian bersama Makassar dan Ternate pada zaman Kesultanan. wanita Bima membuat kerajinan anyaman dari rotan dan daun lontar, juga kain tenunan "tembe nggoli" yang terkenal.


Dalam masyarakat Bima sekarang muna merupakan kearifan lokal yang harus dilestarikan. Karena tembe yang dihasilkan dari muna itu dapat bersaing di dunia internasional jika dikembangkan dengan baik. Seharusnya pemerintah Kota Bima maupun Kabupaten Bima melestarikan muna ini dengan cara melatih para wanita baik ibu rumah tangga, mahasiswa, maupun pelajar. Selain dapat melestarikan kearifan lokal juga bisa menambah lapangan pekerjaan bagi para wanita.