Museum ASI MBOJO
MUSEUM ASI MBOJO, KOTA BIMA
Istana Bima atau yang disebut juga dengan Asi Mbojo dahulu merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Bima, sekaligus menjadi tempat tinggal Sultan Ibrahim. Proses pembangunan istana ini memakan waktu hingga tiga tahun, 1927 – 1929, dirancang dengan memadukan gaya arsitektur khas Bima dengan gaya Belanda. Istana yang menghadap ke arah alun-alun Serasuba ini memiliki dua pintu gerbang utama serta halaman yang lumayan luas, sekitar 500 meter persegi.
Di sebelah kanan istana terdapat bangunan tua yang didirikan pada tahun 1872, yaitu Masjid Muhammad Salahuddin Bima. Konsep tata letak bangunan istana, masjid, dan alun-alun melambangkan tiga elemen yang harus membentuk kesatuan yang utuh, antara pemerintah (istana), religi (masjid), dan alun-alun (rakyat).
Area istana memiliki pemandangan yang sangat indah. Ada juga meriam tua yang mengarah ke utara dan alun-alun. Meriam ini merupakan peninggalan Kolonial Belanda. Keberadaan pohon-pohon palem semakin menambah keasrian istana di tengah panasnya suhu udara di Bima.
Istana Bima Asi Mbojo beberapa kali mengalami perubahan fungsi, terutama setelah wafatnya Sultan Muhammad Salahuddin. Bangunan bersejarah ini pernah difungsikan menjadi Gedung Daerah, Asrama Kompi, Kampus Sunan Giri, dan lain-lain. Kemudian pada tahun 1986, Umar Harun, Bupati Bima yang menjabat saat itu, mengusulkan agar Istana Bima Asi Mbojo dialihfungsikan menjadi sebuah museum dengan nama Museum Asi Mbojo.
Di dalam museum, tersimpan benda-benda bersejarah peninggalan Kesultanan Bima, seperti ranjang tidur, kain, lemari, foto para sultan, mahkota sultan, parang berukir “Gunti Rante”, senjata suku Bima.