ANGLING DHARMA DAN KERAJAAN MALAWAPATI

ANGLING DHARMA DAN KERAJAAN MALAWAPATI


Kisah Angling Dharma adalah kisah legenda rakyat. Menurut Dwi Cahyono, arkeolog Universitas Negeri Malang, kisah ini muncul terlebih dahulu dalam tradisi lisan sebelum masa Majapahit.


Angling Darma diduga merupakan keturunan ketujuh dari Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata. Hal ini dapat dimaklumi karena menurut tradisi Jawa, kisah Mahabharata dianggap benar-benar terjadi di Pulau Jawa.[butuh rujukan]

Dikisahkan bahwa, Arjuna berputra Abimanyu. Abimanyu berputra Parikesit. Parikesit berputra Yudayana. Yudayana berputra Gendrayana. Gendrayana berputra Jayabaya. Jayabaya memiliki putri bernama Pramesti, dan dari rahim Pramesti inilah lahir seorang putra bernama Prabu Anglingdarma.


berselisih dengan mereka mengenai hal itu. Akhirnya ketiga putri mengutuknya menjadi seekor belibis putih.

Belibis putih tersebut terbang sampai ke wilayah Kerajaan Bojanagara. Di sana ia dipelihara seorang pemuda desa bernama Jaka Geduk. Jaka Geduk adalah anak seorang Demang.


Sementara itu di desa lain di Kerajaan Bojanagara hidup sepasang suami istri bahagia bernama Bermana dan Bermani. Di dekat rumah mereka terdapat sebuah pohon nangka. Di pohon ini tinggal jin yang jatuh cinta kepada Bermani. Suatu hari, ketika Bermana pergi mencari sarang tawon (madu) untuk istrinya, jin pohon nangka berubah wujud menjadi manusia persis seperti Bermana dan menemui Bermani. Bermani tidak menaruh curiga, menerima Bermana palsu sebagaimana menerima Bermana asli. Baru, ketika Bermana asli pulang, terkejutlah mereka. Bermani terkejut, karena suaminya menjadi kembar dua. Sedangkan Bermana asli kaget, lho koq ada orang persis seperti dirinya ada di rumah. Dua orang kembar ini tentu saja bertengkar hebat menyatakan dirinya yang Bermana asli, sedangkan istrinya jadi bingung untuk memilih mana yang suami asli.

Kasus ini menggegerkan kerajaan Bojanegara. 


Tidak ada seorangpun yang sanggup memecahkan kasus ini, hingga akhirnya permasalahan di bawa ke hadapan Raja Darmawangsa, namun sang raja juga angkat tangan tidak dapat memutuskan dengan bijak. Sang rajapun menyelenggarakan sayembara, barang siapa dapat memecahkan kasus ini, maka akan diangkat menjadi jaksa kerajaan.

Berita sayembara sampai ke telinga Ki Demang dan Jaka Geduk. Atas saran Belibis Putih, Ki Demang mengikuti sayembara. Maka, diadakanlah peradilan umum disaksikan oleh Sang Raja Bojanegara dan rakyatnya. Ketika diminta mengaku siapa yang Bermana palsu, tetap saja tidak ada yang mau mengaku, Ki Demang menyatakan dan memerintahkan Bermana yang asli harus bisa masuk ke dalam kendil (teko zaman dulu terbuat dari tanah), bagi yang tidak dapat masuk kendil berarti Bermana palsu. Karuan saja Bermana asli, karena manusia biasa, kesulitan untuk masuk ke dalam kendil, sedangkan Bermana palsu yang sebenarnya jin dengan mudah berubah menjadi asap dan masuk ke dalam kendil. 


Begitu seluruh asap jin sudah masuk ke dalam kendil, Ki Demang segera menutup rapat kendil agar jin tidak dapat ke luar dan mengumumkan bahwa sebenarnya yang masuk ke dalam kendil adalah jin yang menyaru sebagai Bermana.

Atas keberhasilannya itu, Ki Demang diangkat sebagai hakim negara, sedangkan belibis putih diminta sebagai peliharaan Ambarawati, putri Darmawangsa.


Kembali ke Malawapatisunting


Anglingdarma yang telah berwujud belibis putih bisa berubah ke wujud manusia pada malam hari saja. Setiap malam ia menemui Ambarawati dalam wujud manusia. Mereka akhirnya menikah tanpa izin orang tua. Dari perkawinan itu Ambarawati pun mengandung.

Darmawangsa heran dan bingung mendapati putrinya mengandung tanpa suami. Kebetulan saat itu muncul seorang pertapa bernama Resi Yogiswara yang mengaku siap menemukan ayah dari janin yang dikandung Ambarawati.


Yogiswara kemudian menyerang belibis putih peliharaan Ambarawati. Setelah melalui pertarungan seru, belibis putih kembali ke wujud Anglingdarma, sedangkan Yogiswara berubah menjadi Batikmadrim. Kedatangan Batikmadrim adalah untuk menjemput Anglingdarma yang sudah habis masa hukumannya.


Anglingdarma kemudian membawa Ambarawati pindah ke Malawapati. Dari perkawinan kedua itu lahir seorang putra bernama Anglingkusuma, yang setelah dewasa menggantikan kakeknya menjadi raja di Kerajaan Bojanagara.