Cara Demak Mempertahankan Sekutunya Cirebon, Banten & Jaya Karta

Cara Demak Mempertahankan Sekutunya Cirebon, Banten & Jaya Karta


Ada legenda yang dituturkan masyarakat Jawa Barat secara lisan turun temurun yang menyatakan, ketika Pajajaran berperang dengan Cirebon pasukan Cirebon membawa Geledeg (Petir) yang suara dan cahaya kilatannya membuat gentar pasukan Pajajaran, Geledeg itu dilemparkan ke pasukan Pajajaran sehingga mereka kalah perang. 


Tentu saja Geledeg yang dimaksud adalah bukan Geledeg sungguhan, melainkan merupakan meriam jinjing (Cetbang) yang dibawa tentara Cirebon dimana teknologi tersebut diperoleh dari sekutunya Demak. 


Menurut Denys Lombard (1996, Hlm 208), bahwa orang Jawa mengenal teknologi meriam sejak tahun 1293 M, yaitu saat penggunaan Meriam pao yang digunakan pasukan Kubilai khan Mongol dalam serangannya ke Jawa untuk menyerang Singosari pada awalnya, tetapi karena Singosari telah dikalahkan oleh Jayakatwang dari Kerajaan Kediri, Pasukan Mongol dibantu oleh Raden Wijaya menyerang Kediri. Interaksi antara pasukan Mongol dan Pasukan Majapahit tersebut pada akhirnya berdampak pada pengetahuan pembuatan persenjataan Meriam pada masa awalnya yaitu Cetbang.


Teknologi Meriam Majapahit pada akhirnya diwarisi oleh Demak, dan melalui interaksinya dengan Turki Utsmani, Demak akhirnya mampu memodernisasi teknologi meriam ala Majapahit secara mandiri menjadi meriam yang lebih besar dengan jangkauan tembak yang lebih panjang dan mematikan. 


Pada era Demak, perkembangan teknologi pembuatan Meriam berkembang dengan pesat, hal ini dapat dilihat dari sumbangan Sultan Trenggono kepada penguasa Banten saat itu berupa Meriam yang diberi nama Ki Jimat (Meriam Ki Amuk ) untuk kemungkinan serangan musuh. 


Ini artinya, ketika membekingi Cirebon, Banten dan Jaya Karta dari kemungkinan serangan Pajajaran dan Portugis Demak memasok senjata Paling Mutakhir dizamannya, yaitu meriam, baik meriam Kecil untuk perang terbuka, maupun meriam-meriam besar yang ditempatkan melindungi Istana dan Pelabuhan.