Nukilan Kisah Kelahiran Peringatan Maulid Di Bima

Keresahan Ulama

 (Nukilan Kisah  Kelahiran Peringatan Maulid Di Bima)


 Oleh : Alan Malingi 


Bima 1640 -1682

Dato’ Ri Bandang dan Dato’ Ri Tiro kembali ke Makassar setelah mendampingi Sultan Abdul Kahir 1 dalam proses islamisasi di tanah Bima. Abdul Kahir 1 merasa kesepian. Ulama penerus dan pengganti dua dato’ itu pun tak kunjung datang hingga ia wafat pada tahun 1640. Sang Iambela atau Abdul Khair Sirajuddin naik tahta menggantikan Sang Ayah. Datanglah 5 Datuk yang melanjutkan syiar islam di tanah Bima yaitu Datuk Raja Lelo, Datuk Lela, Datuk Selangkota, Datuk Panjang Dan Datuk Muslim. Mereka tinggal di Oi Ule ( sekitar pantai Ule sekarang). 


Sultan muda yang baru dilantik adalah seorang seniman, petarung dan petualang. Para datuk mulai resah. Mereka mencari cara bagaimana merayu sultan muda yang hobi seni dan terlibat dalam berbagai pertempuran melawan Belanda itu untuk melanjutkan misi islam.Iambela ( Nama kecil sewaktu lahir di Istana Makassar tahun 1627 M) bolak balik Bima Gowa membantu beberapa peperangan melawan Belanda yaitu perang Somba Opu 1 dan 2 dan perang Buton. Karena ia diangkat sebagai wakil panglima perang Makassar. Iambela lebih banyak meninggalkan Istana untuk berjuang membantu perang  Makasar. 


Skuad para ulama bertambah dengan kehadiran Syekh Jalaluddin al-Aidit cucu dari Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam. Ia merupakan keturunan Hadramaut yang masih keturunan langsung dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Ra, Putri dari Rasulullah. Tepatnya keturunan yang ke-27 dari Nabi Muhammad SAW. Jalaluddin Al-Aidit adalah sosok penggagas “ Maudu Lompoa” peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di kerajaan Gowa.  Ia menulis kitab Rate’ yang berisi inti dari ajaran agama Islam serta riwayat hidup Rasulullah SAW. Dimana isi dari kitab tersebut dibacakan pada setiap peringatan maudu Lompoa.


Pada suatu ketika, para ulama menggelar zikir dan doa serta menggelar atraksi kesenian. Diundanglah Abil Khair Sirajuddin menghadiri acara itu. Sayup sayup terdengar alunan gendang,zikir dan doa saat sultan muda melangkah ke Sori Kempa Ule. I ambela mulai tergugah. Jiwa seninya terpanggil untuk menghargai ide cemerlang para datu. Direncakanlah satu kegiatan akbar menyambut kehadiran para ulama ke Istana Bima. Para ulama dan penghulu melayu menyambangi sultan ke Istana dengan arak arakan Uma Lige yang di atasnya terdapat kitab suci alquran, sirih pinang, 99 tangkai bunga telur, penghulu melayu dan penari Lenggo Melayu( Lenggo Mone). 


Di Istana, Abdul Khair Sirajuddin bersama pejabat kesultanan menyambut kedatangan para ulama dan penghulu melayu dengan tari tarian yang salah satunya adalah Lenggo Siwe atau Lenggo Mbojo yang diciptakan oleh Abdul Khair Sirajuddin. Prosesi itu kemudian dikenal dengan Hanta Ua Pua. Sejak saat itu, Hanta UA PUA nenjadi kalender event kesultanan Bima yang masuk dalam Rawi Na ‘e Ma Tolu Kali Samba a atau tiga perayaan hari besar yang tiga kali dalam setahun. Rawi Na’ e itu adalah Idul Fitri( Aruraja To i), Idul Adha (Aruraja Na e) dan Hanta Ua Pua di bulan Maulid. Rawi na e adalah hari besar dan hari raya bagi nasyarakat Bima. Sudah selayaknya peringatan ini rutin dilaksanakan oleh Majelis Adat Sara Dana Mbojo dan seluruh rakyat Bima.


Foto : Fahru Rizki.