Masjid Pertama Kota Metro Priode Kolonialisme

Indonesia Tempoe Doeloe Pusat Dokumenter Dan Nostalgia 


?Masjid Pertama Kota Metro Priode Kolonialisme


?SEJARAH SINGKAT “MASJID AL AWWAL”

Beding/Bedeng 22 Kelurahan Hadimulyo barat Kecamatan Metro Pusat Kota Metro Provinsi Lampung Marga Nuban.


?Pada tahun 1937  kolonis didatangkan dari pulau Jawa oleh pemerintah Hindia Belanda kemudian ditempatkan dalam bedeng-bedeng yang telah disiapkan sebelumnya. 


?Awalnya Kelurahan Hadimulyo barat ini lebih dikenal dengan bedeng 22 yang luas wilayah administrasinya saat ini meliputi Kelurahan Hadimulyo Barat dan Hadimulyo Timur, selanjutnya untuk mengatur tertibnya para kolonis di bedeng 22 dalam upaya membangun dan peningkatan kesejahteraan warganya dikenal beberapa tokoh yang giat dalam urusan sosial kemasyarakatan maupun agama Islam, tokoh tersebut diantaranya: 


Bp. Muhammad bardjah, Bp. Abdul Salam dan Bp. martowiyono atas inisiatif dan hasil musyawarah warga disepakati untuk segera mendirikan sebuah masjid yang bahan-bahannya disesuaikan dengan keadaan dan material yang tersedia waktu itu. dengan gotong royong warga bedeng 22 pada tahun 1937 mendirikan masjid mengingat saat itu belum ada tempat ibadah lainnya. maka disepakatilah pemberian nama masjid tersebut Al awwal, dikandung maksud sebagai identitas sekaligus sejarah dikemudian hari tentang keberadaannya sebagai Masjid pertama di Kota Metro. 


?Masjid ini pada awal pendiriannya berupa bangunan dengan kerangka utama dari kayu, dinding geribik dan beratap anyaman alang-alang. Masjid ini berdiri dengan luas bangunan utama ukuran 6 x 6 M dan teras depannya ukuran 3 x 6 M.


?(Rehab pertama) Pada tahun 1948 Masjid Al awwal di rehab untuk pertama kali tanpa merubah luas bangunan rehab ini inisiatif dari Bp. Muhammad bardjah, Bp. Martowiyono, Bp. Dono Sumo, agar bentuk fisik bangunan tampak lebih baik dan kokoh, maka dilakukan pengerasan lantai mengganti dinding gribik dengan papan dan atap anyaman alang-alang diganti dengan genteng. 


?(Rehab kedua) seiring dengan bertambahnya jumlah jamaah pada tahun 1959 masjid diperluas menjadi 9 kali 12 meter dengan dinding tersebut dari batu bata lantai semen dan atap dari genteng yang lebih bagus. tokoh masyarakat dan agama waktu itu diantaranya Bapak Abdullah Mukti Bapak Turki bardjah Bapak bin fajar Bapak Haji Ismail Bapak Suwardi dan tokoh-tokoh pemuda di lingkungan masjid yang selalu mengajak masyarakat untuk memikirkan keberadaan masjid dalam hal perawatan pemeliharaan dan memakmurkannya, sehingga pada tahun 1970 Masjid Al awwal mempunyai serambi untuk kegiatan belajar mengajar bagi anak-anak. 


?(Rehab ketiga) Pada tahun 1988 adalah tahun yang istimewa bagi Masjid Al awal karena atas prakarsa tokoh-tokoh masyarakat pada waktu itu diantaranya Bapak Warsono martowiyono, Bapak Supardi, Bapak suwidi Ramli dan dukungan segenap warga beserta Pemuda disepakati untuk merehab Masjid Al awwal dalam bentuk bangunan yang lebih baik dan modern serta dilengkapi dengan sarana prasarana pendukung. 


?(Rehab keempat) kemudian berdasarkan surat Gubernur Lampung nomor: 360/3562/07 2006 tanggal 10 Oktober 2006 perihal bantuan rumah ibadah,  surat penunjukan Walikota Metro Nomor: 450/1461/06/2006,  tanggal 17 Oktober 2006 dan hasil kesepakatan tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda yang ada, serta didukung segenap warga, Maka selanjutnya disetujui pembangunan masjid baru walaupun masjid yang lama secara fisik masih layak dipakai namun karena di tempat yang sama akan dibangun Masjid ber-Ornamen khas Lampung maka bangunan masjid yang lama dibongkar total. 


?Adapun alasan pembongkaran masjid yang dapat diterima oleh masyarakat luas adalah sebagai berikut dengan terus bertambahnya penduduk maka pada saatnya nanti masjid Al awal hampir dipastikan akan dibongkar beberapa tahun ke depan, dengan mendapat bantuan pembangunan masjid dari Bapak Gubernur Lampung tentu sangat meringankan masyarakat bila dibandingkan dengan rehabilitasi yang seluruh biaya berasal dari swadaya, masyarakat segenap panitia dengan dukungan warga sanggup menyelesaikan pembangunan masjid dengan cara bergotong-royong sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk menutupi kekurangan biaya yang diperlukan adanya kesanggupan dari segenap masyarakat untuk melengkapi sarana dan prasarana pendukung secara bertahap dengan didukung dana dari swadaya dan gotong royong dengan telah selesainya pembangunan masjid dimaksud maka lahirlah bangunan masjid baru dengan nama yang sama dan tanpa menyisakan sedikitpun bangunan lama walaupun pembangunan masjid tersebut telah selesai namun takmir masjid tetap berusaha melengkapi sarana dan prasarana pendukung sehingga saat ini masjid memiliki fasilitas yang amat memadai.


?Foto lawas Leiden

?Nara sumber : 1. Bapak Drs. H. Supardi. 2. Bapak H. Jamaluddin Malik.

Indonesia Tempoe Doeloe Pusat Dokumenter Dan Nostalgia