SEJARAH SUKU LIO
SEJARAH SUKU LIO
Suku Lio (Ata Li'o) adalah kelompok etnis yang mendiami Pulau Flores bagian tengah. Masyarakat suku Lio pada umumnya mendiami wilayah kecamatan Wolowaru, Ndona, Ndona Timur, Detusoko, Lio Timur, Maurole, Detukeli, Ndori, Kelimutu, beberapa wilayah di kecamatan Maukaro, Lepembusu Kelisoke, Kotabaru, Wolojita, dan Wewaria. Populasi masyarakat Lio berjumlah sekitar 300.000 jiwa pada tahun 1998. Suku Lio juga menempati bagian barat wilayah Kabupaten Sikka, yakni di kecamatan Paga, Mego, Tanawawo, dan Magepanda.
Menurut tutur lisan setempat, suku Lio adalah manusia pertama di wilayah Ende-Lio turun dari gunung tertinggi yaitu gunung Lepembusu yang berada di kawasan pemukiman desa Wolotolo. Suku Lio di desa Wolotolo dipimpin oleh empat Mosalaki (kepala suku) dan tujuh Kopokasa (wakil kepala suku). Kepala suku dan wakilnya memegang peranannya masing-masing sesuai dengan tugas yang diamanatkan turun temurun dari nenek moyang sebelumnya. Keempat kepala suku bertempat tinggal di sao ria (rumah besar) masing-masing. Suku Lio di desa Wolotolo memiliki berbagai macam elemen permukiman adat bangunan mulai dari sao ria (rumah besar), sao keda (tempat musyawarah), kanga (arena lingkaran), tubu musu (tugu batu), rate (kuburan), dan kebo ria (lumbung). Bangunan-bangunan adat suku Lio ini memiliki berbagai macam bentuk sesuai dengan fungsinya masing-masing.
ada juga yang berpendapat datang dari wilayah Wehali di Pulau Timor. Orang tersebut adalah Lio Laka yang mendarat di kecamatan Wewaria saat ini. Hal ini menunjukan bahwa versi yang mengatakan bahwa orang Lio merupakan keturunan orang Tetun Malaka yang berasal dari Pulau Timor yang terletak di selatan Pulau Flores.
Suku Lio dikenal sangat memegang teguh terhadap keyakinan dan kepercayaan mereka terhadap wujud tertinggi yang disebut Du'a Ngga'e (tuhan), Nitupa'i (roh halus yang paling ditakuti dan harus dihormati), Atamata atau Babo Mamo (leluhur) yang wajib dihormati. Dalam konteks ini, Du'a Ngga'e berada pada titik puncak yang wajib disembah. Sementara Nitupa'i dan Atamata wajib dihormati. Masyarakat suku Lio juga percaya adanya kekuatan adikodrati serta percaya bahwa roh-roh para leluhur dan roh-roh alam sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka. Walaupun sebagian kecil masih mempraktikkan agama asli Nusantara (agama leluhur) tetapi saat ini hampir seluruh masyarakat Lio sebagian besar sudah menganut agama-agama Abrahamik, yakni Katolik dan Islam. Saat ini mayoritas suku Lio menganut agama Katolik dan sisanya menganut Islam.